Monday, February 1, 2021

Filosofi Teras - Henry Manampiring

Pertama kali mendengar kata filsafat biasanya orang akan berpikir bahwa hal itu susah, rumit, atau mungkin bahkan murtad, tapi memang hal itu gak bisa disalahkan, memang kadang ketika pertama kali kita belajar filsafat kita langsung dibawa ke pemahaman yang baru dan mungkin jarang dibahas dalam pelajaran apapun, misalnya tentang pemikiran. Kenapa orang bisa berpikir? Kenapa orang mikir ini? Kenapa orang mikir itu? Apalagi kalau udah bertanya perihal keberadaan sesuatu, misalnya manusia, benda, sampai Tuhan. Pokoknya semuanya dipertanyakan, dari hal yang menurut orang gak pentig, sampai gak penting banget, asli—karena emang ilmu inikan ingin coba menggali segala hakikat sesuatu sampai ke akar-akar.

Sebenarnya bukan cuma itu pelajaran filsafat, ada banyak, dan selain diidentikan sama hal yang sebelumnya (njelimet), orang yang berfilsafat juga biasa disebut bijak. Kenapa seperti itu? Ya mungkin karena dalam filsafat kita diajak untuk mempertanyakan segala sesuatu sampai ke pemahaman yang bener-bener clear, jadi gak gampang buat nyimpulin sesuatu. Di filsafat juga sebenernya ada satu ajaran yang baik buat kesehatan mental, yaitu ajaran Stoisisme, pertama kali terkenal dari karya tulis Marcus Aurelius yang diberi judul meditasi. Sebenernya Marcus Aurelius gak pernah kasih nama buat tulisannya, karyanya juga bukan untuk dibukukan, tetapi buat jurnal pribadi yang ia tulis ketika sedang menjadi kaisar Romawai pada tahun 161 Masehi.

Menariknya di Indonesia sekarang ada sebuah buku yang berjudul Filosofi Teras, yang kata penulisnya, Henry Manampiring bisa ampuh bikin orang bijak. Dalam artian bisa bikin orang gak gampang galau, gampang move on, gak gampang marah-marah, gitulah ceritanya. Sebenernya setelah saya baca, tulisan ini terinpirasi dari jurnal-jurnal Marcus Aurelius yang dibukukan menjadi buku yang berjudul meditasi. Disebut filosofi teras, karena ternyata ajara-ajaran filsafat yang diberikan diajarakan di teras, sesederhana itu.

Lalu mungkin timbul pertanyaan, terus apa bedanya dengan tulisan meditation kalau gitu? Oke mungkin disini Henry Manampiring justru membuat sebuah pegantar tulisan bagi orang yang tertarik dengan ajaran Stoisisme. Tulisan ini memang betul mengulas ajaran-ajaran Stoisisme yang ada dalam buku meditasi, namun lebih di aktualisasikan dengan konteks kekinian yang menjadi masalah-masalah manusia di era sekarang, dan ini sangat sesuai ternyata.

Disini saya akan sedikit mengulas ajaran Stoisme yang diajarkan dalam buku Filosofi Teras. Ajaran ini saya piih dari beberapa filososfi yang Henry Manampiring jelaskan dalam bukunya. Pertama tentang, dikotomi kendali, menurut saya ini adalah ajaran yang paling menarik dan bermanfaat, yaitu bagaimana kita bersikap dengan cara hanya memperhatikan apa yang ada dalam kendali kita dan tidak memikirkan apa yang diluar kendali kita.

 “Some things are up to us, some things are not up to us" by : Epictetus

Menurut saya kata-kata ini sangat melegakan, begini, jadi memang dalam hidup menurut filosofi ini ada yang dibawah kendali kita dan ada yang diluar kendali kita. Kunci kebahagiaan dan kebijaksanaan adalah ketika manusia hanya memikirkan dan peduli terhadap apa yang ada di dalam kendalinya, hal itu contohnya, pertimbangan, opini, keinginan, tujuan diri sendiri. Sedangkan sumber penderitaan adalah ketika manusia terlalu memikirkan segala hal yang diluar kendali kita seperti tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi kita, kesehatan, kekayaaan, kondisi kita saat lahir. Kemudian timbul pertanyaan kok kesehatan, kekayaan masuk hal diluar kendali kita.

Kalau dipikir-pikir secara lebih seksama, yang namanya kekayaan, kesehatan bisa direbut atau terpengaruh orang lain. Misalnya kita ditipu atau kena hujan tiba-tiba terus sakit, padahal kita udah hati-hati dan menghindari hal tersebut, tapi tetep aja kejadian. Filosofi ini menawarkan untuk tetap tenang dan menerima apa saja hal yang diluar kendali kita dengan tenang, karena bagaimanapun hal buruk bisa saja menimpa kita kapanpun tanpa aba-aba.

Memang terkadang terdengar naïf, tapi percaya, kalau kita bener-bener bisa nerapin filosofi ini kita bisa lebih santai. Misalnya, ketika pacaran, kita udah bener-bener baik, jaga pandangan, jaga sikap, jaga pikiran kita agar bisa setia—ehhh, sialnya pacar kita malah selingkuh atau minta putus, gila juga kan, tetapi kalau kita paham bahwa hal itu di luar kendali kita. Maksud saya sikap cewek itu kekita diluar kendali kita, yang ada di kendali kita yang bersikap baik padanya, terus kenapa kita harus sedih? Padahal kita bisa aja berpikir yaudahlah ya gak usaah terlalu dipikirin wong itu diluar kendali kita. Bisanya orang yang terlalu galau itu mikirnya macem-macem, apa gue kurang baik? Apa gue kurang cantik? Apa gue kurang perhatian? Maksudku hey, itu bukan atas kemampuan kita, kita udah baik sama orang belum tentu orang baikin balik. Karena memang itu diluar kendali kita, yang kita lakukan hanyalah mengatur yang ada dalam kendali kita, misalnya berbuat baik atau positif sama orang lain.

Filsofi ini juga diperkuat olh filosofi lain yang diungkapkan dalam ajaran stoisisme.

 “Bukan hal-hal atau peristiwa tertentu yang meresahkan kita, tetapi pertimbangan/pikiran/ persepsi akan hal-hal peristiwa tersebut”—Epictetus

 “Jika kamu merasa susah karena hal eksternal, maka perasaan susah itu tidak datang dari hal tersebut, tetapi oleh pikiran/persepsimu sendiri. Dan kamu memiliki kekuatan untuk mengubah pikiran dan persepsimu kapan pun juga”—Marcus Aurelius

Semua kekhawatiran kita ada di pikiran kita, betul menurut filsuf dan ajaran ini persepsi kita terhadap masalah kadang lebih besar dari masalah itu sendiri. Ajaran stoisisme menekankan pada pikiran, tetapi bukan berarti pasrah pada keaadaan, melainkan menerima setiap hal yang terjadi dengan wajar dan tidak lebay, hingga gak perlu marah-marah, tetapi cenderung bisa intropeksi dengan baik.

Apabila di dengar da dibaca, mantra yang diucapkan oleh filosofi ini memang tidak ada yang spesial. Tetapi setelah dipikir-pikir ada benarnya juga dan ternyata sulit diterapkan, misalnya sebagai mahasiswa kita sudah rajin-rajin tetapi dosen memang tidak suka sama kita, akhirnya nilai kita jelek, yasudahlah ya, toh kita udah baik-baik, dan  sikap dosen itu di luar kendali kita, jadi daripada marah-marah bikin mumet diri sendiri mending ngomong langsung sama dosennya baik-baik.

Filosofi ini memang kadang susah dan perlu dilatih, ibarat latihan otot pikiran juga bisa dilatih, dan filosofi ini perlu dilatih, agar bisa cuek sama hal yang sebenernya ada diluar kendali kita.

Secara keseluruhan yang dibahas oleh buku ini menurut saya yang cukup penting itu. Yang memebedakan dari bukut tentang ajaran filsafat stoisisme lainnya mungkin dibuku ini lebih dijelaskan dengan bahasa yang santai, terus di gunakan juga narasumber dari berbagai ahli psikologi influencer, anak muda berbaka, dan lain-lain untuk menunjang ajaran stoisisme. Penulis juga mencari atau memberikan contoh yang ada di masyarakat terutama generasi milenial.

Menurut saya buku yang bergenre self improvement ini cukup bagus karena disajikan dengan bahasa yang asik, dan mudah dicerna. Hal itu juga karena memag ajaran filsafat yang disamaikan juga tidak terlalu berat dan lebih mengarahkan ke wejangan hidup. Buku ini menjadi pengantar yang bagus bagi rang yng tertarik dengan ajaran stoisisme.

Previous Post
Next Post

Annur Afgoni. Mahasiswa Fisika di Universitas Mataram yang selalu ingin belajar secara kontinue sepanjang hidup.

0 comments: